Mengapa di Masa Covid-19 Seperti Sekarang Susah Cari Pekerjaan?

 


Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan nama besar seperti Grab dan Gojek.

Dua raksasa startup yang hadir di Indonesia dengan warna khas hijau itu, kini berstatus sebagai ‘Decacorn’ atau startup dengan valuasi U$10 Billion (Rp. 140 Triliun memakai kurs U$1=Rp. 10.000,-).

Valuasi itu bahkan sudah mengalahkan Garuda Indonesia, maskapai penerbangan kebanggaan negeri yang ternyata belum pernah meng-endorse Mimin pergi keluar kota. Ehem.

Kembali,

Jika keduanya punya valuasi sebesar itu, lalu mengapa mereka harus merger?

Sebelum menjelaskan hal tersebut lebih jauh ada kalanya kita paham bahwa startup pada umumnya adalah bisnis yang sarat akan ‘disrupsi’.

Ya, era disrupsi mungkin masih kedengaran asing bagi masyarakat awam, namun tanpa sadar sehari-hari kita terbiasa terlibat di dalamnya.

Misalkan, jika kamu hari ini sempat membaca WA masuk, mengecek postingan terbaru di instagram @BeritaMedan, hingga membuka video-video lucu di Facebook Watch, sebenarnya kamu sudah menjadi pengguna dari layanan disrupsi.

Karena seluruh konten yang kamu konsumsi tersebut berada dalam satu komunitas platform yang sama. Ketiganya adalah milik Facebook Inc.

Begitupun dengan layanan serupa yang ada di sekitar kita. Tidak terhitung jumlahnya sudah berapa pasar yang kini sedang berusaha didisrupsi. Mulai dari transportasi, periklanan, ritel, hingga pemberitaan.

Itu adalah perlombaan yang nyata hari-hari ini.  

Apa disrupsi itu baik?

Kembali kepada masing-masing orang.

Posting Komentar

0 Komentar